SEJARAH DAN ARSITEKTUR
CANDI BOROBUDUR
PEPER
(Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Mengikuti Ujian Nasional Kelas IX di
MTsN Kanigoro Kras Kediri )
Oleh:
1. Dias Nanda Meilana
2. Dyah Arum Puspitaningtyas
3. Sri Wahyuningsih
4. Alqorni Widianarko
5. Fajar Imani
6. Badru Ilham
MADRASAH TSANAWIYAH
NEGERI KANIGORO
KECAMATAN KRAS KABUPATEN KEDIRI
2013
HALAMAN
PENGESAHAN
Karya tulis ini telah disahkan dan di setujui
pada:
Hari
:
Tanggal
:
Tempat
:
Oleh:
Mengetahui,
Kepala
MTsN Kanigoro Pembimbing/Wali
Kelas
Moh. Amak Burhanudin, M.PdI
Susi Mardiyati,S.Pd
NIP.197501131998031002 NIP.197706182007102
003
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulilah atas rahmad
dan hidayah Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami semua, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas Laporan Study Tour
ini. Solawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya.
Dalam mengerjakan tugas ini kami banyak mengalami kesulitan baik dalam hal
peralatan,tenaga, kemampuan ataupun waktu untuk mengerjakan tugas ini, dan juga
sulitnya untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok dan para turis disana.
Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah member
kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya
sehingga tugas ini bisa terwujud.
Kami tidak lupa juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kepala MTsN
Kanigoro yang selalu memberi
nasihat-nasihatnya.
2. Guru
pembimbing dan wali kelas kami Ibu Susi Mardiyati, S.Pd, yang selalu membimbing
kami dan memberi motivasi dalam menyelesaikan peper ini.
3. Rekan rekan
yang selalu membantu dan memberi motivasi dalam mengerjakan karya tulis ini.
4. Kepada kedua
orang tua kami semua yang selalu memberikan Do’a dan restunya sehingga kami
bisa menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa Laporan ini masih banyak
kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan kemampuan dan
ilmu pengetahuan yang kami miliki, maka dari pada itu kami dari pihak penyusun
sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotipasi kami agar dapat
lebih baik lagi dimasa yang akan
datang,
Kediri, 16 Januari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
PENGESAHAN......................................................................................
i
KATAPENGANTAR………………………….. .......................................................... ii
DAFTARISI…………………………………….............................................................i
HALAMAN
MOTTO.....................................................................................................
iv
I.PENDAHULUAN………….....……………………………....................................... 1
1.1 Latar
Belakang…………………………………………..................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................................
2
1.3 Tujuan
Penelitian………………………………………........................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................
2
II. PEMBAHASAN …………………………………………
....................................... 3
2.1
Letak Giografis Candi Borobudur....................................……….......................
3
2.2 Sejarah Singkat Candi Borobudur........................................................................
5
2.3 Arsitektur Candi Borobudur..................................................................................
9
2.3.1
Konsep rancang bangun ..............................................................................
9
2.3.2 Relief ..........................................................................................................
12
2.3.3 Arca
budha...............................................................................................,.
16
2.4
Pembangunan Candi Borobudur…………………………… ............................. 18
2.5
Tahapan pembangunan
………….. .....................................................................
20
III. PENUTUP
...............................................................................................................
26
3.1 Kesimpulan
..............................................................................................................
26
3.2 Kritik dan
Saran………………………………………….. ............................. ... .
26
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................
... 27
LAMPIRAN-LAMPIRAN
..........................................................................................
28
MOTTO
o Manfaatkanlah masa-masa usiamu untuk beribadah dan
menuntut ilmu, karena dengan menuntut ilmu dan beribadah kita akan selamat di
dunia dan akhirat.
o Ilmu tanpa diamalkan bagai pohon yang tidak berbuah.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Borobudur adalah nama sebuah candi budha yang terletak di
Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi
candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah
barat daya Semarang, 86 km di
sebelah barat Surakarta, dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi
berbentuk stupa ini
didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar
tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen
ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat
tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa
utama terbesar teletak di tengah sekaligus memah kotai bangunan ini,
dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya
terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap
tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).Monumen ini merupakan
model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih
dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran
Buddha.
Sejarah Candi Borobudur di
Kota Magelang Jawa Tengah dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran sejarah
di SLTP/ MTs. Pembelajaran sejarah dalam hal ini mengenai gambaran-gambaran
tentang bagaimana sejarah Candi Borobudur dan Arsitekturnya. Berdasarkan alasan
tersebut perlu diadakan penelitian dengan judul “Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur”.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
memiliki permasalahan sebagai berikut.
a)
Dimana letak giografis Candi Borobudur?
b)
Bagaimana sejarah singkat Candi Borobudur?
c)
Bagaimana arsitektur Candi Borobudur?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian
ini untuk mendiskripsikan masalah
a) Letak
giografis Candi Borobudur.
b) Sejarah
Candi Borobudur.
c) Arsitektur
Candi Borobudur.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a) Guru
sejarah, diharapkan hasil penelitian ini, dapat dijadikan bahan alternatif
dalam mengajar di tingkat SLTP/MTs; sehingga dapat meningkatkan hasil
pembelajaran tentang Sejarah dan Arsitektur Candi Borobudur.
b) Siswa-siswi
MTsN Kanigoro, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
acuan atau bahan diskusi dalam pembelajaran sejarah.
c) Peneliti
selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan, wawasan,
serta dapat dijadikan pegangan bagi peneliti selanjutnya.
II. PEMBAHASAN
2.1 Letak
Giografis Candi Borobudur
Borobudur adalah nama
sebuah candi budha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi
candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah
barat daya Semarang, 86 km di
sebelah barat Surakarta, dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi
berbentuk stupa ini
didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar
tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen
ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat
tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa
utama terbesar teletak di tengah sekaligus memah kotai bangunan ini,
dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya
terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap
tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).Monumen ini merupakan
model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih
dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran
Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi
dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus
naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha.
Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga
dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada
dinding dan pagar langkan.Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan
pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa
serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan
ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai
Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami
serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar
pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini
masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia. Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah
keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara
berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur
adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi
wisatawan.
Borobudur
|
|
Informasi bangunan
|
|
Lokasi
|
|
Negara
|
|
Kordinat
|
|
Arsitek
|
|
Klien
|
|
Awal konstruksi
|
|
Penyelesaian
|
|
Sistem struktural
|
piramida berundak dari susunan blok batu andesit
yang saling mengunci
|
Jenis
|
|
Ukuran
|
luas dasar 123×123 meter, tinggi kini 35 meter,
tinggi asli 42 meter (termasuk chattra)
|
2.2 Sejarah Singkat
Candi Borobudur
Sejarah Candi Borobudur terletak di
Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini merupakan candi
Buddha terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja dan termasuk dalam
salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Ada beberapa versi mengenai asal usul
nama candi ini. Versi pertama mengatakan bahwa nama Borobudur berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu “bara” yang berarti “kompleks candi atau biara” dan “beduhur”
yang berarti “tinggi/diatas”.
Versi kedua mengatakan bahwa nama Sejarah Candi Borobudur kemungkinan berasal dari kata “sambharabudhara” yang berarti “gunung yang lerengnya berteras-teras”.
Versi kedua mengatakan bahwa nama Sejarah Candi Borobudur kemungkinan berasal dari kata “sambharabudhara” yang berarti “gunung yang lerengnya berteras-teras”.
Versi ketiga yang ditafsirkan oleh Prof. Dr.
Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari kata “bhoro” yang
berarti “biara” atau “asrama” dan “budur” yang berarti “di atas”.Pendapat
Poerbotjoroko ini dikuatkan oleh Prof. Dr. W.F. Stutterheim yang berpendapat
bahwa Bodorbudur berarti “biara di atas sebuah bukit”. Sedangkan, versi lainnya
lagi yang dikemukakan oleh Prof. J.G. de Casparis berdasarkan prasati Karang
Tengah, menyebutkan bahwa Borobudur berasal dari kata “bhumisambharabudhara”
yang berarti “tempat pemujaan bagi arwah nenek moyang”.Masih berdasarkan
prasasti Karang Tengah dan ditambah dengan prasasti Kahuluan, J.G. de Casparis
dalam disertasinya tahun 1950 mengatakan bahwa Sejarah Candi Borobudur
diperkirakan didirikan oleh Raja Samaratungga dari wangsa Sayilendra sekitar
tahun Sangkala rasa sagara kstidhara atau tahun Caka 746 (824 Masehi) dan baru
dapat diselesaikan oleh puterinya yang bernama Dyah Ayu Pramodhawardhani pada
sekitar tahun 847 Masehi. Pembuatan candi ini menurut prasasti Klurak (784 M)
dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya dan
seorang pangeran dari Kashmir yang bernama Visvawarma.
Asal Usul Sejarah Borobudur – Candi borobudur merupakan salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur didirikan sekitar tahun 800-an Masehi oleh para penganut agama Buddha Wahayana. Dalam sejarah candi borobudur, terdapat berbagai teori yang menjelaskan asal usul nama candi borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa nama borobudur kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara yang artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras.
Asal Usul Sejarah Borobudur – Candi borobudur merupakan salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur didirikan sekitar tahun 800-an Masehi oleh para penganut agama Buddha Wahayana. Dalam sejarah candi borobudur, terdapat berbagai teori yang menjelaskan asal usul nama candi borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa nama borobudur kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara yang artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras.
Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan “para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah “tinggi”, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti “di atas”. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M.
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çr? Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kam?l?n yang disebut Bh?misambh?ra. Istilah Kam?l?n sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bh?mi Sambh?ra Bhudh?ra dalam bahasa sansekerta yang berarti “Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa”, adalah nama asli Borobudur.
Letak candi ini diatas perbukitan yang terletak di
Desa Borobudur, Mungkid, Magelang atau 42 km sebelah laut kota Yogyakarta.
Dikelilingi Bukit Manoreh yang membujur dari arah timur ke barat. Sementara di
sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Merbau, serta disebelah barat ada
Gunumg Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dibutuhkan tak kurang dari 2 juta balok batu andesit atau setara dengan 50.000m persegi untuk membangun Candi Borobudur ini. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Seperti umumnya bangunan candi, Bororbudur memiliki 3 bagian bangunan, yaitu kaki, badan dan atas. Bangunan kaki disebut Kamadhatu, yang menceritakan tentang kesadaran yang dipenuhi dengan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan. Kemudian Ruphadatu, yang bermakna sebuah tingkatan kesadaran manusia yang masih terikat hawa nafsu, materi dan bentuk. Sedangkan Aruphadatu yang tak lagi terikat hawa nafsu, materi dan bentuk digambarkan dalam bentuk stupa induk yang kosong. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keinginan dan kekosongan.
Dibutuhkan tak kurang dari 2 juta balok batu andesit atau setara dengan 50.000m persegi untuk membangun Candi Borobudur ini. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Seperti umumnya bangunan candi, Bororbudur memiliki 3 bagian bangunan, yaitu kaki, badan dan atas. Bangunan kaki disebut Kamadhatu, yang menceritakan tentang kesadaran yang dipenuhi dengan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan. Kemudian Ruphadatu, yang bermakna sebuah tingkatan kesadaran manusia yang masih terikat hawa nafsu, materi dan bentuk. Sedangkan Aruphadatu yang tak lagi terikat hawa nafsu, materi dan bentuk digambarkan dalam bentuk stupa induk yang kosong. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keinginan dan kekosongan.
Monumen ini merupakan model alam
semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus
berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih
dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran
Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual
di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam,
sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam
kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah
berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak
berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong
dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang
terukir pada dinding dan pagar
langkan.
2.3 Arsitektur Candi Borobudur
2.3.1 Konsep rancang bangun
Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas
membentuk pola Mandala besar.
Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas bujursangkar dan lingkaran
konsentris yang melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim
ditemukan dalam Buddha aliran Wajrayana-Mahayana. Sepuluh pelataran yang
dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang
secara bersamaan menggambarkankosmologi yaitu
konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha.
Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang
harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah
bujur sangkar berukuran 123 m (400 kaki) pada tiap sisinya. Bangunan ini
memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur sangkar dan tiga
teras teratas berbentuk lingkaran.
Pada
tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki
Borobudur. Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 diantaranya adalah
berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat
ukiran aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam
gambar relief. Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang
membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri.
Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah kelongsoran monumen.
Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan kesalahan
perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai arsitektur
dan tata kota. Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan dan pembuatan kaki
tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan keagamaan,
estetik, dan teknis.
a)
Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu,
yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu
rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga
dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup
struktur tambahan ini terdapat 160 panel ceritaKarmawibhangga yang
kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan
sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur
batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000
meter kubik.
b)
Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang
pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300
gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir
dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu,
tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas.
Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung
dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di
dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada
pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan
dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah
dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai
stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan
ukiran relief.
c)
Arupadhatu
Tingkatan ini melambangkan alam atas, di
mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa,
namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa
kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa
besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3
teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa).
Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat,
satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak
bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup
berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih
tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep
peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak
terlihat.
Tingkatan tertinggi yang
menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang
terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa
terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut
juga Buddha yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung
'Adibuddha', padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di
dalam stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya
pada zaman dahulu.
2.3.2 RELIEF
Relief-relief ini dibaca sesuai arah
jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa
Kuno yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang
artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara
lain relief-relief cerita jataka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa
dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya,
mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka
secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama)
dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun
sisi-sisi lainnya serupa benar. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang
merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti
kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan
mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung,
istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan
dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah
satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobusur. Kapal
kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala.
Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum
Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada
dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
|
|||
Tingkat
|
Posisi/letak
|
Cerita Relief
|
Jumlah Pigura
|
Kaki candi asli
|
-----
|
160
|
|
Tingkat I
|
dinding
|
a. Lalitawistara
|
120
|
b. jataka/awadana
|
120
|
||
langkan
|
a. jataka/awadana
|
372
|
|
b. jataka/awadana
|
128
|
||
Tingkat II
|
dinding
|
128
|
|
langkan
|
jataka/awadana
|
100
|
|
Tingkat III
|
dinding
|
Gandawyuha
|
88
|
langkan
|
Gandawyuha
|
88
|
|
Tingkat IV
|
dinding
|
Gandawyuha
|
84
|
langkan
|
Gandawyuha
|
72
|
|
Jumlah
|
1460
|
||
Secara runtutan, maka cerita pada
relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
a)
Karmawibhangga
Sesuai dengan makna simbolis pada
kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut
menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan
ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan
relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief
tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia
disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik
manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia
dalam lingkaran lahir - hidup - mati yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama
Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini
hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto
lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi
utara candi Borobudur.
b)
Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang
Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang
lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga Tushita, dan
berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini
berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief
sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut
menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk
menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha.
Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai
Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri
Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan
wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda
Dharma, ajaran Sang Buddha disebut dharma yang juga berarti
"hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
c)
Jataka
dan Awadana
Jataka adalah berbagai cerita
tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya
merupakan pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela
berkorban dan suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain
manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah
yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia.
Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan
dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya
hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa,
melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang
berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita
Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama,
artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan
yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau
untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4
Masehi.
d)
Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi
dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal
lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati
oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci
Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
2.3.3 ARCA BUDHA
Selain wujud buddha dalam kosmologi
buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk
bersila dalam posisi teratai serta menampilkan mudra atau sikap tangan
simbolis tertentu. Patung buddha dengan tinggi 1,5 meter ini dipahat dari bahan
batu andesit.
Patung buddha dalam relung-relung di
tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar
langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan
pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88
relung, baris keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total
terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu.Pada bagian Arupadhatu (tiga
pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang
(berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran
kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72
stupa. Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah
rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini,
kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar
negeri).
Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa,
akan tetapi terdapat perbedaan halus diantaranya, yaitu pada mudra atau
posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara, Timur,
Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas
menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra:
Utara, Timur, Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang
menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas. Arca
Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang
di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat.
Masing-masing mudramelambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing
dengan makna simbolisnya tersendiri.
Arca
|
Mudra
|
Melambangkan
|
Dhyani Buddha
|
Arah Mata Angin
|
Lokasi Arca
|
Bhumisparsa mudra
|
Memanggil bumi sebagai saksi
|
Timur
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
timur
|
||
Wara mudra
|
Kedermawanan
|
Selatan
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
selatan
|
||
Dhyana mudra
|
Semadi atau meditasi
|
Barat
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
barat
|
||
Abhaya mudra
|
Ketidakgentaran
|
Utara
|
Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi
utara
|
||
Witarka mudra
|
Akal budi
|
Tengah
|
Relung di pagar langkan baris kelima (teratas) Rupadhatusemua
sisi
|
||
Dharmachakra mudra
|
Pemutaran roda dharma
|
Tengah
|
Di dalam 72 stupa di 3 teras meling
|
2.4 PEMBANGUNAN CANDI BOROBUDUR
Tidak
ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan
apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan
antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis
aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9.
Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini
sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsaSyailendra di
Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya.
Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 – 100 tahun lebih dan
benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratunggapada tahun
825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta
mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha.
Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang
taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya
beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu
dan Buddha di Dataran Kedu.
Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir,
letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi
Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan
candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun
demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima
tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar
tahun 850M.
Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan
karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaranmemberikan
izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan
penghormatannya,Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk
pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang
dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka
tahun 778 Masehi.Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada
masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai
konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan
mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga
terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu wangsa Syailendra
yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa yang kemudian wangsa Sanjaya
memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.
Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi
megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban
wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa
Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana
toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu
pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
2.5 TAHAPAN PEMBANGUNAN BOROBUDUR
Para ahli
arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang
sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa
besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek
perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti
menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut
adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
- Tahap
pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui
pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas
bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas.
Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian
bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai
cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur
batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat.
Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah.
Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama
yang menutup struktur asli piramida berundak.
- Tahap
kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan
dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal
yang sangat besar.
- Tahap
ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas
lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga
undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar
pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di
tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki
tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief
Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang
berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur
sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong
struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti
Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan
disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam
longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk
tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang
dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk
menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki
tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan
berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak
ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga
pada bagian Kamadhatu
- Tahap
keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan
relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung
atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
b) Struktur bangunan
Sekitar
55.000 meter kubik batu andesit diangkut
dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini
dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa
menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali,
melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti
balok-balok lego yang
bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang
yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk “ekor merpati” yang mengunci
dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding
rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan
sistem drainase yang
cukup baik untuk wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah
genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing
dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur
amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas
permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya
serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang
pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang
merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi
tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak.
Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan
kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi
lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi. Stupa memang
dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa
dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara
kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit
dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat
peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras
bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden
berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut
legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit
yang diketahui tentang arsitek misterius ini.Namanya lebih berdasarkan dongeng
dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma
terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya
menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh
Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu
saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan
satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung garis
rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari
dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.
Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan
tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan
rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan
formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri
perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio matematis ini juga
ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog
yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan
makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di
candi Angkor Wat di
Kamboja.
Struktur bangunan dapat dibagi atas
tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak. Dasar berukuran
123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 m (13 kaki). Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin
mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 m (23 kaki) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas
tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang
disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama yang terbesar di tengah; dengan
pucuk mencapai ketinggian 35 m (110 kaki) dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung
susun tiga) yang kini dilepas adalah 42 m (140 kaki) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa
pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung
yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong
pintu dan ukiran makarayang
menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur
pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal
untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga
pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Candi
Borobudur adalah candi terbesar agama budha di dunia. Kemegahan Candi Borobudur
tidak hanya menunjukan kemampuan rancang bangunan nenek moyang Indonesia yang
luar biasa tetapi menunjukan penguasaan ilmu perbintangan . Struktur dari Candi
Borobudur merupakan deskripsi dari perjalanan kehidupan manusia dan kaitanya
dengan alam semesta yang diyakini oleh warga budha mahayana , yaitu Kmadhatu ,
Rupadhatu dan Arupadhatu.
3.2 Saran
a) Harapan
diadakan study tour ini adalah dapat bermanfaat bagi siswa karena dapat
menambah wawasan budaya dan pengetahuan umum.
b)
Diharapkan
agar pada tahun yang mendatang kegiatan ini masih tetap diselenggarakan.
DAFTAR PUSTAKA
Aristiasari,Devita.2012.Pedoman Penulisan Laporan
Study Tour. Lamongan: SMAM 6 KARANGASEM
PACIRAN LAMONGAN.
Badrika wayan.2000.Sejarah Peninggalan Indonesia.Jakarta:Erlangga
Drs. R. Soetarno.
1998. Aneka Candi Kuno di Indonesia.
Solo
Matroji.2004.Sejarah Indonesia.Jakarta:Erlangga
Moer Tjipto, Drs Borobudur, Pawon Dan Mendut. Kanisus Yogyakarta 1993
Moertjipto.1993.Candi Pawon dan Mendut.Yogjakarta:Kanisius
Soedirman.1980.Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia:Yogyakarta:Pustaka
Jaya
Sukmono.1981.Candi Borobudur Pustaka Umat Manusia.Yogyakarta:Pustaka
Jaya
Soeharsono.1969.Petunjuk Singkat Untuk Banguanan Suci
Borobudur.Yogjakarta:Taman Siswa Yogjakarta
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuh_Keajaiban_Dunia)
detik.com
http://arkeologisunda.blogspot.com./
Tetonine and titanium dioxide in food coloring | TITNAS
BalasHapusTetonine and titanium ford fusion hybrid titanium dioxide in ceramic vs titanium flat iron food coloring by TITNAS. Learn titanium nose rings how titanium rings to extract and use these compounds. titanium wire