PENDAPAT ULAMA TENTANG TAKDIR
Pendapat para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah tentang takdir (qadha qadar) dari ulama salaf (klasik) sampai ulama kontemporer.
PENDAPAT YUSUF QARDHAWI TENTANG TAKDIR (QADHA & QADAR)
Berdasarkan pada firman Allah QS Yunus :61, Al-An'am :59, Al-Hadid :22 Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa:
(a) Seluruh yang ada di alam ini tertulis dan tercatat:
Bahwa seluruh perkara yang ada di alam semesta ii tertulis dan tercatat itu sudah dimaklumi secara agama dan tidak diragukan lagi. Walaupun kita tidak mengetahui bagaimana bentuk penulisan dan format kitab atau bukunya. Apa yang kita ketahui adalah bahwa Allah-lah yang telah menciptakan alam semesta ini, baik langit dan buminya, benda mati dan hidupnya, berdasarkan pada ketentuan (takdir) azali Allah. Dan bahwa ilmu Allah mengetahui setiap sesuatu dan detail jumlah hitungannya. Dan bahwa setiap peristiwa yang terjadi di alam itu dapat terjadi sesuai dengan ilmu dan kehendak-Nya. Lihat, QS Yunus :61, Al-An'am :59, Al-Hadid :22
(b) Ilmu yang menyeluruh, hitungan yang detail, dan catatan yang meliputi pada segala sesuatu dan peristiwa sebelumnya terjadinya itu tidak menafikan adanya ijtihad dalam berbuat dan membuat sebab.
Karena Allah sebagaimana telah membuat akibat juga telah menciptakan sebab. Dan sebagaimana mentakdirkan hasil, Allah juga menciptakan tahapan proses untuk mencapainya. Allah tidak mentakdirkan seorang pelajar yang lulus saja dalam arti ia dapat mencapai hasil ini dengan cara apapun, akan tetapi Allah mentakdirkan dia berhasil dengan beberapa tahapan proses seperti rajin belajar, semangat, energik, sabar, tidak mudah putus asa dan faktor-faktor lain yang menjadi sebab keberhasilannya. Semua ini ditentukan (ditakdirkan; Arab, muqoddar) dan tertulis (maktub). Ketentuan secara tertulis ini dalam arti bahwa melakukan sebab itu tidak menafikan takdir, tetapi justru bagian dari takdir itu sendiri. Karena itulah ketika Nabi Muhammad ditanya tentang masalah obat dan sebab yang menjaga dari perkara yang tidak disukai apakah beliau menolak dari takdir Allah? Jawab Nabi: Ini bagian dari takdir Allah (hadits hasan riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi).
Ketika wabah endemi menyebar di Syam (sekarang Suriah, Lebanon), Umar bin Khattab dengan konsultasi dengan Sahabat memutuskan untuk tidak masuk ke negara itu dan kembali dengan rombongan. Umar ditanya: Apakah engkau akan lari dari takdir Allah wahai Amirul Mukminin? Umar menjawab: Iya. Kami lari dari satu takdir Allah menuju takdir Allah (yang lain). Apa yang kamu lakukan apabila kamu melewati dua tempat yang satu berdebu sedang yang lain kering? Bukankah apabila kamu menghindari tempat berdebu, kamu melakukannya dengan takdir Allah dan apabila menghindari tempat kering maka kamu melakukannya dengan takdir Allah juga?
(c) Takdir adalah perkara gaib yang tertutup bagi kita. Kita tidak akan tahu takdir sesuatu kecuali setelah terjadi. Adapun sebelum terjadi, maka kita diperintahkan untuk mengikuti aturan hukum alam (sunnah kauniyah), dan panduan syariah untuk memelihara kebaikan bagi dunia dan akhirat kita.
Perkara ghaib adalah ketentuan yang tertutup dari mata makhluk. ia tidak tampak kecuali sedikit dan secara sporadis.
Sunnah atau aturan Allah pada alam dan syariah-Nya mewajibkan kita untuk melakukan sebab sebagaimana hal itu dilakukan oleh seorang manusia yang paling kuat imannya pada Allah, dan pada takdir-Nya yaitu Rasulullah. (Dalam berperang) Nabi selalu bersikap hati-hati, menyiapkan tentara dengan baik, dan mengirim intelijen, memakai pakaian perang, pengaman kepala, menggali parit di sekitar Madinah, memberi ijin umat Islam yang tertindas untuk imigrasi ke Habasyah dan Madinah termasuk Nabi sendiri. Nabi juga melakukan usaha-usaha maksimal saat hijrah .. menyiapkan kendaraan dan pemandu yang menemaninya, merubah jalur perjalanan agar tidak diketahui musuh, bersembunyi di gua, makan dan minum dan menyiapkan makanan yang cukup setahun untuk keluarganya dan tidak menunggu rejeki turun dari langit. Nabi pernah berkata pada orang yang bertanya apakah ia harus mengikat untanya atau melepasnya? Nabi menjawab: ikatlah dan bertawakallah (hadits hasan riwayat Ibnu Hibban dari Amr bin Umayah al-Dhoari. Ibnu Khuzaimah dan Tabrani meriwayatkan dengan sanad yang baik dengan kalimat: "قيدها وتوكل" ikatlah dan tawakal-lah. Nabi bersabda: "Larilah dari penyakit lepra seperti larimu dari singa (hadits riwayat Bukhari). Nabi bersabda: لا يوردن ممرض على مصح Artinya: Pemilik unta jangan mencampur antara unta yang sakit dengan yang sehat agar tidak menular.
(e) Iman atau percaya pada takdir bukan berarti tidak bekerja dan berusaha dan bersungguh-sungguh dalam melakukan apa yang kita ingin, dan menjauhi perkara yang akan menyebabkan gagal.
Oleh karena itu tidak ada alasan atau dalih bagi pemalas dan yang suka santai untuk bersembunyi di balik takdir atas kesalahan, kekeliruan, dan kegagalannya. Ini bukti dari kelemahan dan lari dari tanggung jawab. Filosof Pakistan, Dr. Muhammd Iqbal berkata: Muslim yang lemah menyalahkan takdir Allah. Sedangkan muslim yang kuat meyakini bahwa takdir Allah itu tidak dapat ditolak dan dikalahkan.
Manusia hendaknya tidak menjadikan takdir sebagai alasan kecuali setelah mengerahkan segala usaha yang maksimal. Setelah itu ia boleh berkata: Inilah takdir Allah.
Seorang laki-laki yang menang berada di depan Nabi. Yang kalah berkata: Cukuplah Allah bagiku. Nabi marah mendengar itu dan melihat bahwa dari luar tampak kalimat tersebut seperti beriman tapi dalamnya lemah. Nabi bersabda: "إن الله يلوم على العجز، ولكن عليك بالكيس، فإذا غلبك أمر فقل حسبي الله" Allah tidak suka pada kelemahan. Engkau harus berusaha. Apabila gagal, maka katakan 'cukuplah Allah bagiku'.
(f) Buah Iman pada Takdir
Buah dari percaya pada takdir Allah adalah ketika manusia telah berusaha maksimal dan mengerahkan segala daya upaya yang ada dan gagal maka kegagalan itu tidak akan membuatnya putus asa. Ia akan tetap memiliki kemauan untuk berjuang, keberanian saat bahaya, sabar saat kesulitan ekonomi, dan ridho pada hasil rejeki yang halal saat tidak mudah dalam mendapatkan penghasilan.
Saat sulit ia akan berkata: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami (QS At-Taubah :51)
Saat berperang ia akan berkata: Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh" (QS Ali Imron :154)
Saat ditimpa musibah ia akan berkata: Allah telah mentakdirkan ini. Apa yang Allah kehendaki, maka Ia lakukan.
Akidah takdir apabila kita mengerti pada maknanya yang benar maka akan bisa menciptakan sebuah umat yang enerjik, pekerja keras, sabar, tahan uji dan persisten. (Lihat, http://goo.gl/ohIrJW)
IBNU HAJAR AL-ASQALANI
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Fathul Bari
Pendapat para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah tentang takdir (qadha qadar) dari ulama salaf (klasik) sampai ulama kontemporer.
PENDAPAT YUSUF QARDHAWI TENTANG TAKDIR (QADHA & QADAR)
Berdasarkan pada firman Allah QS Yunus :61, Al-An'am :59, Al-Hadid :22 Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa:
(a) Seluruh yang ada di alam ini tertulis dan tercatat:
Bahwa seluruh perkara yang ada di alam semesta ii tertulis dan tercatat itu sudah dimaklumi secara agama dan tidak diragukan lagi. Walaupun kita tidak mengetahui bagaimana bentuk penulisan dan format kitab atau bukunya. Apa yang kita ketahui adalah bahwa Allah-lah yang telah menciptakan alam semesta ini, baik langit dan buminya, benda mati dan hidupnya, berdasarkan pada ketentuan (takdir) azali Allah. Dan bahwa ilmu Allah mengetahui setiap sesuatu dan detail jumlah hitungannya. Dan bahwa setiap peristiwa yang terjadi di alam itu dapat terjadi sesuai dengan ilmu dan kehendak-Nya. Lihat, QS Yunus :61, Al-An'am :59, Al-Hadid :22
(b) Ilmu yang menyeluruh, hitungan yang detail, dan catatan yang meliputi pada segala sesuatu dan peristiwa sebelumnya terjadinya itu tidak menafikan adanya ijtihad dalam berbuat dan membuat sebab.
Karena Allah sebagaimana telah membuat akibat juga telah menciptakan sebab. Dan sebagaimana mentakdirkan hasil, Allah juga menciptakan tahapan proses untuk mencapainya. Allah tidak mentakdirkan seorang pelajar yang lulus saja dalam arti ia dapat mencapai hasil ini dengan cara apapun, akan tetapi Allah mentakdirkan dia berhasil dengan beberapa tahapan proses seperti rajin belajar, semangat, energik, sabar, tidak mudah putus asa dan faktor-faktor lain yang menjadi sebab keberhasilannya. Semua ini ditentukan (ditakdirkan; Arab, muqoddar) dan tertulis (maktub). Ketentuan secara tertulis ini dalam arti bahwa melakukan sebab itu tidak menafikan takdir, tetapi justru bagian dari takdir itu sendiri. Karena itulah ketika Nabi Muhammad ditanya tentang masalah obat dan sebab yang menjaga dari perkara yang tidak disukai apakah beliau menolak dari takdir Allah? Jawab Nabi: Ini bagian dari takdir Allah (hadits hasan riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi).
Ketika wabah endemi menyebar di Syam (sekarang Suriah, Lebanon), Umar bin Khattab dengan konsultasi dengan Sahabat memutuskan untuk tidak masuk ke negara itu dan kembali dengan rombongan. Umar ditanya: Apakah engkau akan lari dari takdir Allah wahai Amirul Mukminin? Umar menjawab: Iya. Kami lari dari satu takdir Allah menuju takdir Allah (yang lain). Apa yang kamu lakukan apabila kamu melewati dua tempat yang satu berdebu sedang yang lain kering? Bukankah apabila kamu menghindari tempat berdebu, kamu melakukannya dengan takdir Allah dan apabila menghindari tempat kering maka kamu melakukannya dengan takdir Allah juga?
(c) Takdir adalah perkara gaib yang tertutup bagi kita. Kita tidak akan tahu takdir sesuatu kecuali setelah terjadi. Adapun sebelum terjadi, maka kita diperintahkan untuk mengikuti aturan hukum alam (sunnah kauniyah), dan panduan syariah untuk memelihara kebaikan bagi dunia dan akhirat kita.
Perkara ghaib adalah ketentuan yang tertutup dari mata makhluk. ia tidak tampak kecuali sedikit dan secara sporadis.
Sunnah atau aturan Allah pada alam dan syariah-Nya mewajibkan kita untuk melakukan sebab sebagaimana hal itu dilakukan oleh seorang manusia yang paling kuat imannya pada Allah, dan pada takdir-Nya yaitu Rasulullah. (Dalam berperang) Nabi selalu bersikap hati-hati, menyiapkan tentara dengan baik, dan mengirim intelijen, memakai pakaian perang, pengaman kepala, menggali parit di sekitar Madinah, memberi ijin umat Islam yang tertindas untuk imigrasi ke Habasyah dan Madinah termasuk Nabi sendiri. Nabi juga melakukan usaha-usaha maksimal saat hijrah .. menyiapkan kendaraan dan pemandu yang menemaninya, merubah jalur perjalanan agar tidak diketahui musuh, bersembunyi di gua, makan dan minum dan menyiapkan makanan yang cukup setahun untuk keluarganya dan tidak menunggu rejeki turun dari langit. Nabi pernah berkata pada orang yang bertanya apakah ia harus mengikat untanya atau melepasnya? Nabi menjawab: ikatlah dan bertawakallah (hadits hasan riwayat Ibnu Hibban dari Amr bin Umayah al-Dhoari. Ibnu Khuzaimah dan Tabrani meriwayatkan dengan sanad yang baik dengan kalimat: "قيدها وتوكل" ikatlah dan tawakal-lah. Nabi bersabda: "Larilah dari penyakit lepra seperti larimu dari singa (hadits riwayat Bukhari). Nabi bersabda: لا يوردن ممرض على مصح Artinya: Pemilik unta jangan mencampur antara unta yang sakit dengan yang sehat agar tidak menular.
(e) Iman atau percaya pada takdir bukan berarti tidak bekerja dan berusaha dan bersungguh-sungguh dalam melakukan apa yang kita ingin, dan menjauhi perkara yang akan menyebabkan gagal.
Oleh karena itu tidak ada alasan atau dalih bagi pemalas dan yang suka santai untuk bersembunyi di balik takdir atas kesalahan, kekeliruan, dan kegagalannya. Ini bukti dari kelemahan dan lari dari tanggung jawab. Filosof Pakistan, Dr. Muhammd Iqbal berkata: Muslim yang lemah menyalahkan takdir Allah. Sedangkan muslim yang kuat meyakini bahwa takdir Allah itu tidak dapat ditolak dan dikalahkan.
Manusia hendaknya tidak menjadikan takdir sebagai alasan kecuali setelah mengerahkan segala usaha yang maksimal. Setelah itu ia boleh berkata: Inilah takdir Allah.
Seorang laki-laki yang menang berada di depan Nabi. Yang kalah berkata: Cukuplah Allah bagiku. Nabi marah mendengar itu dan melihat bahwa dari luar tampak kalimat tersebut seperti beriman tapi dalamnya lemah. Nabi bersabda: "إن الله يلوم على العجز، ولكن عليك بالكيس، فإذا غلبك أمر فقل حسبي الله" Allah tidak suka pada kelemahan. Engkau harus berusaha. Apabila gagal, maka katakan 'cukuplah Allah bagiku'.
(f) Buah Iman pada Takdir
Buah dari percaya pada takdir Allah adalah ketika manusia telah berusaha maksimal dan mengerahkan segala daya upaya yang ada dan gagal maka kegagalan itu tidak akan membuatnya putus asa. Ia akan tetap memiliki kemauan untuk berjuang, keberanian saat bahaya, sabar saat kesulitan ekonomi, dan ridho pada hasil rejeki yang halal saat tidak mudah dalam mendapatkan penghasilan.
Saat sulit ia akan berkata: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami (QS At-Taubah :51)
Saat berperang ia akan berkata: Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh" (QS Ali Imron :154)
Saat ditimpa musibah ia akan berkata: Allah telah mentakdirkan ini. Apa yang Allah kehendaki, maka Ia lakukan.
Akidah takdir apabila kita mengerti pada maknanya yang benar maka akan bisa menciptakan sebuah umat yang enerjik, pekerja keras, sabar, tahan uji dan persisten. (Lihat, http://goo.gl/ohIrJW)
IBNU HAJAR AL-ASQALANI
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Fathul Bari
إن الذي سبق في
علم الله لا يتغير ولا يتبدل، وإن الذي يجوز عليه التغير والتبديل ما يبدو للناس
من عمل العامل، ولا يبعد أن يتعلق ذلك بما في علم الحفظة الموكلين بالآدمي فيقع
فيه المحو والإثبات كالزيادة في العمر والنقص
Artinya: Perkara yang sudah lalu dalam ilmu Allah tidak akan dapat berubah. Yang boleh dan bisa berubah dan berganti adalah sesuatu yang tampak pada manusia yakni perbuatan pelaku. Hal itu tidak jauh hubungannya dengan ilmu malaikat hafadzah (penjaga) yang diwakilkan (diutus) pada manusia. Maka terjadilah penghilangan (pengurangan) dan ketetapan seperti bertambah atau berkurangnya usia seseorang.
IBNU TAIMIYAH
Ibnu Taimiyah
إن الله يكتب للعبد أجلا في صحف الملائكة فإذا وصل رحمه زاد في ذلك المكتوب، وإن عمل ما يوجب النقص نقص من ذلك المكتوب... وهذا معنى ما روى عن عمر أنه قال: اللهم إن كنت كتبتني شقيا فامحني واكتبني سعيدا، فإنك تمحو ما تشاء وتثبت ـ والله سبحانه عالم بما كان وما يكون، وما لم يكن لو كان كيف كان يكون، فهو يعلم ما كتبه له وما يزيده إياه بعد ذلك، والملائكة لا علم لهم إلا ما علمهم الله، والله يعلم الأشياء قبل كونها وبعد كونها، فلهذا قال العلماء: إن المحو والإثبات في صحف الملائكة، وأما علم الله سبحانه فلا يختلف ولا يبدو له ما لم يكن عالما به، فلا محو فيه ولا إثبات، وأما اللوح المحفوظ: فهل فيه محو وإثبات؟ على قولين، والله سبحانه وتعالى أعلم
Artinya: Allah menulis usia seseorang pada buku catatan malaikat. Apabila orang itu melakukan silaturrahim maka bertambahlah usia yang tertulis, apabila melakukan sesuatu yang dapat mengurangi umur, maka berkurangnya usia yang tertulis. Inilah makna hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab di mana ia berkata (berdoa): "Ya Allah apabila engkau menulisku sebagai orang yang celaka maka hapuslah dan tulislah aku sebagai orang yang beruntung. Sesungguhnya engkau dapat menghapus dan menetapkan apapun yang Engkau kehendaki."
Allah mengetahui apa yang sudah dan akan terjadi dan apa yang tidak terjadi. Kalau sudah terjadi dan bagaimana kejadiannya. Allah tahu apa yang ditulis atau ditentukan pada seseorang dan apa yang ditambahkan padanya setelah itu. Sedangkan malaikat tidak tahu itu kecuali apa yang sudah diberitahu Allah. Allah tahu semuanya sebelum dan sesudah adanya. Itulah sebabnya ulama berkata: Penghapusan dan penetapan berada dalam buku malaikat. Adapun ilmu Allah maka tidak berbeda. Tidak ada yang tidak diketahui Allah karena itu maka tidak ada penghapusan dan penetapan. Adapun Lauh Madfudz: Apakah ada penghapusan dan penetapan? Ada dua pendapat dalam soal ini.
IMAM THOHAWI
Imam Thahawi dalam Tafsir Al-Tahawi menguraikan soal takdir sebagai berikut:
Takdir adalah setiap sesuatu yang berjalan dengan takdir atau ketetapan dan kehendak Allah. Kehendak Allah itu lestari. Dan tidak ada kehendak bagi manusia kecuali atas kehendak Allah. Apa yang dikehendaki Allah maka terjadi, apa yang tidak dikehendaki tidak terjadi. Tidak ada yang bisa mencegah pada takdir-Nya. Tidak ada yang dapat menandingi hukumnya. Dan tidak ada yang dapat mengalahkan perintahNya.
Iman pada takdir ada empat tingkatan:
1. Iman pada ilmu Allah yang qadim (dahulu)
2. Iman pada tulisan Allah di Lauhul Mahfudz
3. Iman pada kehendak Allah yang terjadi dan kemampuan (qudrat0 Allah yang menyeluruh.
4. Iman pada kemampuan Allah mewujudkan setiap makhluk. Dia-lah Sang Pencipta sedang yang lainnya adalah yang dicipta (makhluk).
Memperdalam tentang takdir tidak boleh, Rasulullah telah melarang kita. Asal dari takdir adalah rahasia Allah atas makhluknya yang tidak diketahui malaikat dan Rasulnya.
Mendalami soal takdir ini akan merugikan, dan melewati batas. Hati-hatilah dari hal itu agar tidak terjadi kebingungan berfikir dan was-was. Allah telah mempersimpit ilmu tentang takdir pada makhluknya dan melarang manusia dari mencarinya sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Anbiya' :23 "لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ" Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.